Seorang aktivis Irak telah dijatuhi hukuman tiga tahun penjara karena cuitan di Twitter yang dianggap menghina pasukan paramiliter pro-Iran. Demikian menurut dokumen pengadilan yang dilihat oleh AFP pada hari Rabu (7/12).
Haidar al-Zaidi (20), telah menulis di Facebook hari Minggu bahwa dia menghadapi tuduhan “menghina institusi negara.” Pada hari Senin, pengadilan mengeluarkan putusannya. Zaidi berhak mengajukan banding atas putusan itu.
Kelompok advokasi Human Rights Watch yang berbasis di New York meminta pihak berwenang Irak untuk tidak menggunakan pengadilan sebagai “alat untuk menekan kritik damai” dan menyerukan pembebasan segera aktivis tersebut.
Zaidi dituntut atas sebuah postingan, yang sudah lama dihapus dari akunnya di Twitter, yang mengkritik Abu Mahdi al-Mohandis, wakil komandan pasukan paramiliter Hashed al-Shaabi yang terbunuh. Tangkapan layar dari cuitan yang dipersoalkan tersebut dibagikan oleh para pemilik akun yang dekat dengan Hashed.
Mohandis tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di Baghdad pada Januari 2020 bersama komandan operasi luar negeri Iran Jenderal Qassem Suleimani.
Dia dihormati sebagai martir oleh Hashed, sebuah kelompok paramiliter yang diintegrasikan ke dalam pasukan keamanan Irak yang sayap politiknya merupakan bagian dari koalisi yang berkuasa di Irak.
Pengadilan memberikan izin kepada Hashed untuk meminta ganti rugi finansial dari Zaidi atas dakwaan penghinaan tersebut. Zaidi membantah telah memposting cuitan tersebut, dan mengklaim akunnya diretas, menurut HRW.
Para pengguna media sosial membandingkan hukuman penjara tiga tahun yang dijatuhkan terhadap Zaidi tersebut dengan pembebasan dengan jaminan baru-baru ini terhadap pengusaha Nour Zuhair Jassem, yang dituduh secara curang menarik sebagian besar dana publik sebesar $2,5 miliar (sekitar Rp39 triliun) yang dicuri dari rekening pemerintah. [lt/uh]
Sumber: www.voaindonesia.com