Penulisan dan kesusastraan dianggap pertama kali dikembangkan antara milenium ke-7 dan ke-4 SM. Sejak awal penulisan, berbagai macam bahan yang luar biasa telah digunakan untuk merekam teks, termasuk tanah liat, sutra, tembikar, papirus, bahkan peti mati. Jadi pertanyaan tentang buku tertua yang masih hidup sangat bergantung pada bagaimana anda mengklasifikasikannya.
Kamus Mirriam-Webster mendefinisikan sebuah buku sebagai: satu set lembar kertas tercetak yang disatukan di dalam sampul, sebuah karya tulis yang panjang. Definisi ini mengesampingkan tablet tanah liat, gulungan dan sejenisnya, meskipun banyak ahli telah memperluas definisi untuk memasukkan tulisan penting yang diikat menjadi satu di dalam sampul.
Mesin cetak layak disebut sebagai salah satu penemuan yang sangat penting dalam peradaban manusia. Teknologi mesin cetak modern diketahui diperkenalkan pada tahun 1440 oleh orang Jeman bernama Johannes Gutenberg. Sebelum adanya mesin cetak modern, manusia pun sudah mengenal teknik mencetak huruf-huuf pada media tertentu.
Dalam sejarah percetakan, ada satu naskah bernama The Diamond Sutra atau Sutra Intan yang menjadi sebuah buku cetak tertua di dunia. Sutra Intan sebetulnya adalah semacam teks berisi wejangan-wejangan yang diingat dan dinyanyikan oleh umat Buddha setidaknya sejak abad kelima. Naskah itu aslinya ditulis dengan bahasa Sanskerta di India dan diterjemahkan ke dalam bahasa China pada tahun 401 masehi.
Salinan dari terjemahan asli naskah ini dicetak pada gulungan kertas berwarna kuning sepanjang 5,4 meter dan tesimpan di British Library London. Informasi mengenai siapa yang mencetaknya, kapan, dan mengapa itu dicetak dapat diketahui melalui keterangan yang tertera pada bagian akhir teks. Di sana tertulis: “Dibuat dengan hormat untuk distribusi yang bebas dan unversal oleh Wang Jie atas nama kedua orang tuanya, 11 Mei 868.” Keterangan tanggal inilah yang membuat naskah The Diamond Sutra dinobatkan sebagai buku cetak tertua di dunia.
Berbeda dengan mesin cetak buatan Gutenberg yang menggunakan balok dari logam untuk memberikan tulisan pada kertas, alat cetak Sutra Intan menggunakan balok dari kayu. Tulisan yang akan dicetak akan diukir dengan cermat sebagai pola relief pada balok kayu yang kemudian dicelupkan pada tinta dan dicap di atas ketas atau kain. Kertas yang digunakan sebagai media sendiri sudah ditemukan sejak masa awal Dinasti Tang pada abad ketujuh.
Setelah sekian lama setelah dicetak, gulungan kertas berisi naskah itu kemudian ditemukan oleh seorang biksu di dalam gua yang terletak di sebuah situs yang disebut “Gua Seribu Buddha” di dekat Dunhuang, Tiongkok. Saat ditemukan, naskah dalam kondisi baik karena udara gurun yang kering mampu mencegah kerusakan kertas dan gulungan sutra. Selain itu, pewarna kuning yang digunakan pada naskah berasal dari pohon gabus amur yang bersifat insektisida. Dengan demikian, serangga tidak tertarik untuk mendekat dan menggerogoti naskah hingga rusak.
Sutra Intan hanyalah satu lebih dari 40 ribu gulungan naskah dan dokumen lain yang disembunyikan di dalam gua rahasia sekitar seribu tahun yang lalu sebagai akibat dari adanya ancaman terhadap daerah itu dari kerajaan tetangga. Setelahnya, keberadaannya terkuak ketika arkeolog Inggris-Hungaria bernama Marc Aurel Stein mendapat informasi mengenai naskah yang ada dan ia menyuap para penjaga gua agar mendapat akses ke dalamnya.
Marc Aurel Stein tidak mau menyia-nyiakan kesempatan emas yang ia miliki dengan langsung mengambil banyak naskah dan dokumen, termasuk Sutra Intan. Atas apa yang dilakukannya ini, ia mendapat penghormatan berupa gelar kebangsawanan dari Inggris. Namun di sisi lain, kaum nasionalis Tiongkok menyebutnya sebagai seorang pencuri.
Mencetak buku sekarang lebih mudah dengan jasa percetakan murah. Segala jenis buku bisa dicetak dengan kualitas terjamin, harga murah dan terjangkau. Yuk cetak keperluan bukumu,sekarang!