Rival Berharap Bolsonaro ‘Legawa’ Apabila Kalah dalam Pilpres Brazil

Mantan Presiden Brazil Luiz Inacio Lula da Silva, yang kembali maju dalam pemilihan presiden negara itu, mengatakan pada Senin (24/10) bahwa dirinya berharap presiden petahana Jair Bolsonaro akan mau menerima kekalahan dalam pemilu, ketika memasuki pekan terakhir sebelum pemungutan suara.

“Saya harap apabila saya memenangkan pemilihan, ia akan bersikap waras dan menelepon saya untuk menerima hasil pemilu,” kata Lula dalam konferensi pers di Sao Paulo.

“Saya sendiri sudah tiga kali kalah pemilu,” kenang Lula. “Setiap kali kalah, saya pulang ke rumah. Saya tidak terus-menerus bersumpah serapah, marah.”

Bolsonaro, pemimpin sayap kanan ekstrem, telah berulang kali mempertanyakan sistem pemungutan suara elektronik Brazil dan mengancam tidak akan diam saja menerima kekalahan dari pesaingnya dari sayap kiri.

Meski demikian, dalam beberapa minggu terakhir Bolsonaro mulai melunakkan pernyataannya yang berapi-api dalam upaya untuk merayu pemilih yang belum menentukan pilihan. Ia mengaku akan menerima hasil pemilu jika hasilnya tidak “abnormal.”

Dengan hanya beberapa hari tersisa sebelum pemungutan suara pada 30 Oktober, kedua capres berusaha memenangkan para pemilih yang masih ragu-ragu dalam persaingan yang sangat ketat.

Menurut jajak pendapat yang dikeluarkan pekan lalu oleh Datafolha Institute, Lula memimpin tipis dengan 52 persen, sementara Bolsonaro mengekor dengan 48 persen.

Keduanya akan saling berhadapan dalam debat capres terakhir pada Jumat mendatang.

Brazil sendiri menjadi medan kampanye pemilu yang memecah belah, dengan disinformasi dan caci-maki yang kejam dari kedua kubu capres.

Di satu sisi, Bolsonaro mencoba meneruskan kepemimpinannya untuk periode kedua setelah menjalani periode pertama yang dipenuhi kecaman akibat caranya menangani pandemi COVID-19 dan berbagai pernyataan kontroversialnya mengenai perempuan, pers, kelompok minoritas, dan Mahkamah Agung yang dianggapnya sebagai musuh.

Di sisi lain, Lula, yang merupakan presiden Brazil periode 2003-2010, berusaha bangkit setelah mendekam di penjara selama 18 bulan akibat dakwaan kontroversial – yang kini telah dibatalkan – terkait penyelidikan skema korupsi besar-besaran yang berpusat pada perusahaan minyak milik negara Petrobras.

Keduanya memiliki jutaan pendukung setia, namun bagi banyak warga Brazil, mereka harus memilih satu dari dua kandidat yang sama-sama tidak mereka sukai. [rd/jm]

Sumber: www.voaindonesia.com