Pasca Perang Afghanistan, Pakistan-AS Tata Ulang Hubungan

Tahun ini para pemimpin Pakistan meminta hubungannya dengan Amerika ditata ulang. Menteri Luar Negeri Pakistan Bilawal Bhutto Zardari mengatakan, “Saya yakin hubungan antara Pakistan dan Amerika pada masa lalu terlalu diwarnai peristiwa-peristiwa di Afghanistan. Pertimbangan geostrategis, geopolitik. Kini saatnya bergerak lebih jauh dari itu, membina hubungan yang jauh lebih luas, lebih dalam dan bermakna.”

Dengan berakhirnya aliansi masa perang 20 tahun di Afghanistan, pemerintahan Biden ‘mendepak’ Pakistan keluar dari strategi keamanan nasional yang dirilis pada Oktober.

Melalui Skype, mantan Komisaris Tinggi Pakistan untuk India Abdul Basit mengatakan, “Sebagai mitra strategis China, Pakistan tidak bisa benar-benar ingin menjadi mitra strategis Amerika. Tetapi, Pakistan sangat ingin memiliki hubungan yang saling menguntungkan dengan siapa saja yang sejalan dengan kepentingan kami.”

Masalah ekonomi, ketidakstabilan politik, dan antiAmerika yang meluas di Pakistan menyulitkan adanya kerja sama.

Setelah dicopot dari jabatannya pada April, mantan Perdana Menteri Imran Khan menuduh Amerika berkonspirasi untuk melengserkannya. Jutaan pendukung Khan percaya betul pada tuduhan ini meskipun Amerika membantahnya.

Mantan Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan

Via Skype, Tamanna Salikuddin dari Institut Perdamaian di Washington DC mengatakan, “Retorika antiAmerika, bila sangat kuat dan berpengaruh pada opini domestik Pakistan, akan sangat menyulitkan Amerika untuk bekerja secara terbuka dengan Pakistan.”

Foto-foto Perdana Menteri Khan saat bertemu Presiden Vladimir Putin di Moskow pada hari Rusia menginvasi Ukraina mempermalukan Islamabad, tetapi Salikuddin mengatakan Rusia bukanlah faktor utama dalam hubungan Amerika-Pakistan.

Namun, persenjataan nuklir Pakistan yang terus menjadi keprihatinan Amerika. Pada penggalangan dana politik awal tahun ini, Presiden Amerika Joe Biden menyebut Pakistan sebagai negara paling berbahaya karena memiliki persenjataan nuklir tanpa kekuatan. Pakistan memrotes pernyataan itu dengan memanggil duta besar Amerika.

Beberapa pihak juga khawatir persaingan Amerika dan China akan mengganggu stabilitas strategis antara dua negara bersenjata nuklir, Pakistan dan India.

Tahun 2023 adalah tahun pemilu di Pakistan. Pemerintahan baru akan memutuskan bagaimana mereka akan terlibat dengan Amerika. Sebaliknya, Amerika menegaskan, bahwa mereka tidak akan memihak dan akan bekerja dengan siapa saja yang dipilih rakyat Pakistan sebagai pemimpin mereka.[ka/em]

Sumber: www.voaindonesia.com