Meningkatnya Pengabaian HAM Ancam Perdamaian dan Pembangunan Global

Ketika krisis dan malapetaka meningkat di seluruh dunia, sebagian orang khawatir prinsip-prinsip kemanusiaan yang terkandung dalam Deklarasi Universal Perserikatan Bangsa-Bangsa mungkin akan hilang. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Tuerk, berharap kampanye ini akan memperbarui kesadaran dan komitmen masyarakat terhadap hak asasi manusia dan menghidupkan kembali semangat dan visi yang mengilhami dokumen luar biasa ini.

Menurutnya, pelanggaran HAM harus menjadi perhatian semua orang. Ia mencatat ungkapan rasa terkejut dan tawaran bantuan seharusnya tidak terbatas pada peristiwa dengan kepala berita yang memilukan, seperti perang di Ukraina atau pembunuhan pengunjuk rasa yang direstui oleh pasukan keamanan pemerintah di Iran.

Komisaris tinggi itu mengatakan penderitaan manusia yang terjadi di krisis-krisis yang terlupakan, tidak boleh terlewatkan dan tidak dilaporkan. Ia mengatakan banyak pembunuhan dan penculikan oleh geng-geng di Haiti dan kelaparan akut yang dihadapi jutaan orang di sana juga dibiarkan dan tidak dilaporkan, serta bahwa perhatian harus diberikan pada bencana kemanusiaan di Yaman, Afghanistan, Somalia, Mozambik, dan negara-negara lain.

“Ini dan banyak situasi krisis lainnya yang memudar dari berita utama, tidak hanya memiliki konsekuensi yang parah bagi orang-orang yang terkena dampak langsung, tetapi kemungkinan besar akan menimbulkan dampak lintas batas, dan berisiko membuat wilayah mereka semakin tidak stabil. Satu hal yang sama dengan banyak krisis lainnya, adalah pengabaian terhadap hak asasi manusia,” ujar Tuerk.

Tuerk mengatakan pengabaian hak asasi manusia bisa memicu pelanggaran hak asasi manusia yang berlipat ganda dan saling terkait. Ia mengatakan ini termasuk diskriminasi ras dan bentuk diskriminasi lainnya, tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, dan pengabaian terhadap sebuah standar hidup yang memadai. Ia mengatakan ujaran kebencian bisa memperburuk ketegangan dan menjadi kemunduran bagi hak-hak, seperti kesetaraan gender.

“Beban dari dampak krisis ini selalu ditanggung oleh mereka yang paling terpinggirkan, paling dikucilkan, khususnya dialami perempuan, anak-anak, migran, masyarakat adat, pengungsi internal, penyandang disabilitas, orang lanjut usia, etnis dan ras minoritas dan kelompok LGBTIQ plus,” tambahnya.

Tuerk memperingatkan dunia sedang menghadapi krisis kepercayaan. Ia mengatakan meningkatnya gerakan sosial dan protes di semua wilayah merupakan tanda bahwa lembaga-lembaga yang seharusnya melayani masyarakat mulai ambruk.

Ia mengatakan kepatuhan akan prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Deklarasi Universal bisa mengarahkan kembali masyarakat ke jalur menuju masa depan yang lebih baik, yang didasarkan pada keadilan dan kesetaraan bagi semua. [my/jm]

Sumber: www.voaindonesia.com