Masalah Daftar Pemilih Selalu Berulang Setiap Pemilu  

Menjelang pesta demokrasi 2024, Presiden Joko Widodo memperingatkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk senantiasa bekerja keras mengawasi proses penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Pasalnya, permasalahan DPT tersebut merupakan polemik yang selalu berulang dalam peyelenggaraan pemilu.

Menurutnya, dalam setiap penyelenggaraan pemilu DPT selalu menjadi bahan untuk menuding peserta pemilu berbuat kecurangan.

“Karena urusan DPT sangat krusial, dari tahun ke tahun selalu ini terus yang menjadi bahan, dan sangat mempengaruhi kepercayaan masyarakat kita. Padahal yang namanya data kita itu paling lemah, karena memang geografis kita rentangnya sangat panjang dan sangat beragam. Untuk itu sekali lagi Bawaslu harus selalu hadir untuk memastikan proses pemilu yang bebas dan rahasia, serta jujur dan adil,” ungkap Jokowi, di Jakarta, Sabtu (17/12).

Seorang pemuda menggunakan ponselnya di depan mural kampanye Pemilu 2019, Banda Aceh, 17 Maret 2019. (Foto: AFP/CHAIDEER MAHYUDDIN)

Ia juga menekankan apabila dalam penyusunan DPT ada pihak-pihak terutama dari pemerintah yang tidak kooperatif, maka jangan segan untuk melapor kepada dirinya.

Lebih jauh, Jokowi menuturkan bahwa tantangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan sangat berat pada 2024 nanti. Pasalnya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, beserta pemilihan anggota DPR, DPD, DPRD serta pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan dikaksanakan pada tahun yang sama. Maka dari itu pengawasan pemilu utamanya menempati posisi yang sangat sentral untuk senantiasa membangun pemilu yang berkualitas agar hasilnya nanti dapat dipercaya oleh rakyat.

“Kualitas pemilu merupakan fondasi politik yang penting, di dalam negara dan berpemerintahan. Untuk itu, pengawasan pemilu, peran Bawaslu, menempati posisi yang sangat sentral untuk menjaga integritas pemilu. Pengawasan harus dilakukan di semua tahapan pemilu , seluruh prosesnya harus diawasi dengan sangat cermat, ditangani dengan sangat hati-hati, untuk mewujudkan pemilu yang berkualitas,” tuturnya.

Seorang petugas pemilu memegang surat suara saat penghitungan suara pemilihan presiden di Makassar, Sulawesi Selatan, 9 Juli 2014. (Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad)

Seorang petugas pemilu memegang surat suara saat penghitungan suara pemilihan presiden di Makassar, Sulawesi Selatan, 9 Juli 2014. (Foto: REUTERS/Yusuf Ahmad)

Dalam kesempatan ini, Jokowi pun menyampaikan empat arahan untuk Bawaslu agar penyelanggaraan pesta demokrasi yang diklaim Jokowi menjadi yang terbesar di Indonesia sepanjang sejarah dapat berjalan dengan lancar.

Pertama, katanya untuk segera memetakan potensi masalah dan kemungkinan terjadinya berbagai pelanggaran di seluruh pelosok tanah air. Selain itu, Bawaslu juga harus bisa melakukan langkah pencegahan, langkah mitigasi, dan antisipasi. Menurutnya, hal ini penting agar bisa menyelesaikan masalah dengan cepat.

Kedua, Presiden menekankan kepada Bawaslu untuk fokus kepada upaya-upaya pencegahan. Jokowi berharap Bawaslu jangan pasif, sembari menunggu terjadinya sebuah pengaduan. Namun, sejak dini mencegah terjadinya gesekan yang bisa menimbulkan benturan-benturan sosial.

Ketiga, kata Presiden, Bawaslu harus bisa bekerja cepat, responsif, dan selalu berada pada koridor hukum yang berlaku. Menurutnya, Bawaslu tidak boleh ragu untuk menindak dan menyelesaikan berbagai pelanggaran dengan tegas.

Keempat, yang tidak kalah pentingnya melibatkan partisipasi masyarakat dengan seluas-luasnya, temasuk dengan menggencarkan pendidikan politik, dan peningkatan literasi. Jokowi yakin ini akan mampu menjaga pemilu agar tetap memiliki integritas, dan berkualitas.

Ia mencontohkan, Bawaslu bisa melibatkan masyarakat dalam mengawasi dan mengatasi praktik politik uang, yang Jokowi yakini selalu ada dalam setiap penyelenggaraan pemilu.

Seorang petugas pemilu membantu seorang perempuan lanjut usia untuk menandai jarinya dengan tinta setelah memberikan suaranya pada Pilkada di Tangerang, Banten, 27 Juni 2018. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Seorang petugas pemilu membantu seorang perempuan lanjut usia untuk menandai jarinya dengan tinta setelah memberikan suaranya pada Pilkada di Tangerang, Banten, 27 Juni 2018. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

“Politik uang sudah menjadi penyakit di setiap pemilu, pasti ada. Kalau ada yang bilang sudah nggak ada, saya setiap hari di lapangan. Saya pernah ikut pemilihan wali kota dua kali, pilgub dua kali karena dua ronde, pilpres dua kali. Jadi kalau ada yang bilang tidak ada, saya akan sampaikan apa adanya, ada,” ujar Presiden.

“Itu tugas Bawaslu, aturan sudah diperketat tetapi praktiknya tetap banyak, tetap ada. Yang terkena sanksi juga sedikit. Ini ada gap, libatkan masyarakat untuk memperkecil peluang terjadinya politik uang, karena jika ini dibiarkan berlama-lama ini akan merusak demokrasi kita,” tambahnya.

“Polisi Siber” Pemilu 2024

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengakui bahwa tantangan yang dihadapi oleh pihak di 2024 nanti tidak akan mudah. Namun, Bagja yakin dengan total pengawas pemilu yang mencapai 23.897, tugas yang berat ini pasti akan bisa dijalankan.

Dalam kesempatan ini, katanya, Bawaslu akan melakukan sebuah terobosan yakni dengan melakukan pengawasan bukan hanya di lapangan, tetapi juga pengawasan di media sosial. Menurutnya, dalam setiap penyelenggaraan pesta demokrasi, media sosial ini selalu menjadi tiitk awal masyarakat untuk terpecah belah.

“Ke depan, kami ingin membuat sebuah program, pengawasan media sosial untuk menurunkan ketegangan politisasi sara, hoaks dan black campaign,” ujarnya.

Rahmat berharap hal tersebut menjadi program yang terpenting ke depan sehingga rapat konsolidas nasional kali ini dapat memantapkan kinerja dan solidaritas jajaran pengawas dalam mengawasi tahapan penyelenggaraan Pemilu 2024.

Mendengar hal tersebut, Jokowi pun mengapresiasi dengan program Bawaslu tersebut. Berdasarkan pengalamannya, awal mula terjadi sebuah keributan dimulai dari media sosial.

“Memang seringnya problem dimulai dari medsos. Ngipas-ngipasi dimulai dari situ. Nanti lapangannya menjadi ramai dan panas karena kipasan dari medsos,” ujar Presiden.

“Oleh sebab itu saya setuju dengan hal itu. Di dalam dunia nyata tidak ada apa-apa, ini dari mana kok ribut isunya? Oh dari medsos pasti sudah, nggak ada yang lain. Dan salah satu faktor kerawanan di pemilu, di pilkada adalah soal politik identitas, politik sara dan hoaks, ini hati-hati. Kita ini beragam, agama, suku, ras, jadi hati-hati kalau ada percikan kecil mengenai ini, segera diperingatkan, nggak usah ragu-ragu,” pungkas Jokowi. [gi/ah]

Sumber: www.voaindonesia.com