Keluarga Mahasiswa di Myanmar Berharap Ubah Hukuman Mati yang Dijatuhkan pada Anaknya

Orang tua dari tujuh mahasiswa yang dijatuhi hukuman mati oleh pengadilan militer di Myanmar sedang mengajukan banding atas hukuman tersebut. Hal tersebut disampaikan oleh Thein Shwe, ayah Hein Htet, salah seorang dari tujuh mahasiswa Universitas Dagon yang dijatuhi hukuman mati pada 30 November lalu oleh pengadilan militer tertutup di dalam penjara Insein Yangon.

“Kami tidak keberatan jika mereka mengubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup karena yang utama adalah menjaga anak-anak kami tetap hidup. Kami telah berkonsultasi dengan pengacara untuk mengajukan banding, dan melakukan segala cara yang kami bisa,” ujarnya pada VOA.

Pengadilan militer memvonis ketujuh mahasiswa itu karena terlibat penembakan di Yangon pada bulan April lalu, yang menewaskan seorang mantan perwira militer. Ketujuh orang itu ditangkap tak lama setelah penembakan tersebut.

Tujuh mahasiswa itu adalah Hein Htet, Thura Maung Maung, Khant Zin Win, Zaw Lin Naing, Thiha Htet Zaw, Thet Paing Oo dan Khant Linn Maung Maung. Semuanya berusia 20-an tahun.

Junta militer Myanmar tidak merilis pernyataan apapun terkait hukuman mati tersebut.

Anggota keluarga ketujuh mahasiswa itu mengatakan kepada VOA bahwa mereka tidak diberitahu secara resmi oleh pihak berwenang tentang hukuman mati tersebut.

“Kami juga tidak bisa bertanya pada pihak berwenang. Kami mengetahui hukuman mati mereka dari media sosial,” ujar salah seorang saudara Thura Maung Maung.

“Kami (anggota keluarga.red) diberi tahu bahwa hukuman itu telah dikonfirmasi tetapi tidak dapat mengetahui kabar terbaru tentang kasus itu, atau kondisi mereka ketika kami pergi ke penjara Insein untuk mengantar paket perawatan pada 3 Desember lalu,” tambahnya.

Sejak perebakan pandemi virus corona, lapas Insein tidak mengizinkan tahanan menerima kunjungan, dan keluarga-keluarga mahasiswa ini tidak pernah melihat mereka sejak ditangkap delapan bulan lalu.

Menurut lembaga Assistance Association for Political Prisoners, pihak junta militer Myanmar telah menjatuhkan hukuman mati terhadap 138 orang, termasuk 41 orang secara in absentia, sejak kudeta pada 1 Februari 2021 lalu.

Junta militer mengeksekusi empat tahanan politik pada Juli lalu, termasuk aktivis demokrasi Ko Jimmy dan mantan anggota parlemen dari Liga Nasional Untuk Demokrasi NLD yang digulingkan, Phyo Zayar Thaw. Eksekusi mati itu merupakan hukuman mati pertama yang dilaksanakan di Myanmar dalam lebih dari 30 tahun. [em/rs]

Sumber: www.voaindonesia.com