Indeks

Atasi Kekacauan, Pemimpin Haiti Minta Bantuan Pasukan Asing

Pemerintah Haiti telah sepakat untuk meminta bantuan pasukan internasional untuk mengatasi kekecauan di dalam negeri. Haiti lumpuh akibat aksi geng dan pengunjuk rasa, serta minimnya pasokan air, bahan bakar dan kebutuhan pokok, menurut dokumen yang diterbitkan pada Jumat (7/10).

Dokumen yang ditandatangani Perdana Menteri Haiti Ariel Henry dan 18 pejabat tinggi pemerintahan itu menyatakan bahwa mereka khawatir akan “risiko krisis kemanusiaan besar” yang mengancam kehidupan banyak orang.

Dokumen itu memberi wewenang kepada Henry untuk meminta mitra internasional segera melakukan “pengerahan pasukan bersenjata khusus dalam jumlah yang cukup” untuk menghentikan krisis di seantero negeri yang sebagiannya disebabkan oleh “aksi kejahatan geng-geng bersenjata.”

“Penting sekali untuk memulai kembali aktivitas demi menghindari cekikan penuh terhadap perekonomian nasional,” demikian isi dokumen itu.

Pemerintah Haiti telah sepakat untuk meminta bantuan pasukan internasional untuk mengatasi kekecauan di dalam negeri. (Foto: AP)

Belum jelas apakah permintaan itu sudah diajukan secara resmi, kepada siapa permintaan diajukan, serta apakah yang dimaksud adalah pengerahan pasukan perdamaian PBB, yang misinya di Haiti berakhir lima tahun lalu setelah 11 tahun yang bermasalah.

Pada Jumat, Kedutaan Besar AS memperingatkan agar “warga negara AS segera meninggalkan Haiti mengingat situasi kesehatan dan keamanan serta tantangan infrastruktur di negara tersebut pada saat ini.” Pihak Kedubes juga mengizinkan personel pemerintah dan keluarga mereka meninggalkan negara itu untuk sementara waktu.

Wakil Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel sebelumnya mengatakan bahwa AS mempertimbangkan dibukanya koridor kemanusiaan untuk memulihkan pendistribusian bahan bakar di Haiti. Washington berkoordinasi dengan perdana menteri Haiti dan mitra internasional lainnya untuk menentukan cara terbaik dalam memberikan bantuan tambahan.

“Kami mengecam keras mereka yang terus menghalangi pendistribusian bahan bakar dan kebutuhan pokok lainnya ke pelaku usaha Haiti,” katanya.

Patel tidak mau menjawab pertanyaan tentang dari mana pasukan yang akan diterjunkan untuk membuka koridor kemanusiaan itu berasal, karena pertimbangan itu masih pada tahap awal, katanya.

Petisi itu dibuat setelah Luis Almagro, sekretaris jenderal Organisasi Negara-negara Amerika (OAS), bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Haiti Jean Victor Généus hari Kamis (6/10) untuk membahas situasi di Haiti yang memburuk.

Almagro mencuit pada Kamis malam bahwa Haiti “harus meminta bantuan darurat komunitas internasional untuk membantu mengatasi krisis keamanan, menentukan karakteristik pasukan keamanan internasional.”

Banyak warga Haiti yang menolak adanya kembali campur tangan asing. Mereka mengingatkan bahwa pasukan perdamaian PBB dulu dituduh melakukan kekerasan seksual dan memicu epidemi kolera lebih dari satu dekade lalu yang menewaskan hampir 10.000 orang.

Demonstran berkerumun di sekitar barikade yang didirikan untuk memprotes kenaikan harga bahan bakar dan menuntut Perdana Menteri Haiti Ariel Henry mundur, di Port-au-Prince, Haiti, Senin, 19 September 2022. (Foto: AP)

Demonstran berkerumun di sekitar barikade yang didirikan untuk memprotes kenaikan harga bahan bakar dan menuntut Perdana Menteri Haiti Ariel Henry mundur, di Port-au-Prince, Haiti, Senin, 19 September 2022. (Foto: AP)

“Saya rasa Haiti tidak butuh campur tangan lagi,” kata Mathias Pierre, mantan menteri pemilihan umum Haiti. “Kita sudah melalui banyak hal, dan tidak ada yang teratasi… Jika kita tidak mengatasinya sebagai bangsa Haiti, 10 tahun ke depan kita akan berada lagi pada situasi yang sama.”

Ia meminta pemerintah AS membantu mengurangi jumlah amunisi dan senjata api yang mengalir ke Haiti dan juga melengkapi petugas kepolisian dengan lebih banyak senjata sehingga mereka punya kemampuan untuk melakukan upaya intelijen terhadap geng-geng di sana.

Ia juga khawatir tentang situasi yang akan dihadapi pasukan keamanan internasional.

“Yang mereka hadapi bukanlah tentara,” ungkapnya. “Mereka menghadapi geng-geng di daerah miskin yang menggunakan penduduk setempat sebagai tameng untuk berlindung.”

Kepolisian Nasional Haiti kesulitan mengendalikan geng-geng setempat dengan sumber daya dan staf yang minim, dengan hanya sekitar 12,800 personel aktif untuk negara berpenduduk lebih dari 11 juta jiwa.

Geng-geng di Haiti justru menjadi semakin kuat sejak pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moïse pada Juli 2021. [rd/ah]

Sumber: www.voaindonesia.com

Exit mobile version